25 September 2013

Verifikasi

"Jurnalis dapat berita harus verifikasi dan diolah supaya menarik dibaca. Jangan sampai membuat opini seperti di media sosial."(Editor The Daily Star Bangladesh, Mahfuz Anam)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Semangat Pagi

Menyapa pagi dengan senyum. Mengawali hari dengan semangat. Salam hormat dari Pantai Namalatu Ambon, Maluku.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

10 November 2011

Ketika Jurnalisme Warga Bicara


Tretet…tretet..tretet… Sebuah pesan pendek alias short massage service (SMS) masuk ke handphone saya. Isinya singkat. Tapi pesan pendek dari Tiara, anak saya yang sedang melanjutkan kuliah di Jakarta itu, membuat kening saya berkerut. “Pa, katanya Ambon kerusuhan lagi ya?” Saya langsung menelpon Tiara untuk menanyakan sumber informasi yang dia dapat.

Konon menurut Tiara, info itu didapatnya, saat membaca pesan berjalan (running text) pada salah satu teve swasta nasional. Info senada dia temukan ketika membaca status di jejaringan sosial Facebook, serta status Blackberry Masangger (BBM) milik temannya.

Jelas saya dibuat kaget. Pasalnya, saya yang di Ambon justru tidak tau apa-apa. Saya lalu meminta Tiara agar tidak cemas dengan kondisi saya maupun ibunya. Karena kami hakul yakin Ambon aman-aman saja.
Baru saja selesai menelpon Tiara, SMS, BBM, dan telepon dari sejumlah kawan di Jakarta, bertubi-tubi masuk. Mereka menanyakan hal yang sama: “Ambon Rusuh Lagi ya?” Dan seperti penjelasan ke Tiara, saya mencoba meyakinkan mereka, kalau Ambon aman.

Saya benar-benar yakin begitu, karena kejadian telepon-teleponan, SMS-SMS-an atau BBM-BBM-an seperti itu bukan baru kali ini terjadi. Terutama jika kawan-kawan di luar Ambon, terutama di Jakarta, membaca running text di teve-teve nasional, soal bentrok antarwarga di Ambon.
Umumnya kejadian yang diberitakan itu, baru saya di Ambon ketahui, ketika membaca running text atau melihat tayangan video berita tetang bentrok antarwarga di Ambon dari teve.

Bisa dimaklumi, karena kejadian yang diberitakan, sebut saja bentrok warga dua desa bertetangga, hanya terlokalisir pada lokasi sekitar tempat kejadian. Tidak meluas atau tidak berpengaruh terhadap kawasan lainnya di kota maupun Pulau Ambon. Tapi mungkin karena ada penyebutan Ambon dalam berita, terkait bentrok atau ricuh itu, jadi kawan-kawan di luar Ambon beranggapan kota Ambon terkena dampaknya.

Itu juga penjelasan saya, pada kawan-kawan, yang bertanya melalui BBM, SMS atau telepon soal kondisi terkini di Ambon. Sayangnya kali ini penjelasan saya itu tidak memuaskan rasa penasaran mereka. Sebab tayangan video berita di teve itu, menggambarkan sebaliknya. Masa yang terlibat ricuh lumayan banyak. Belum lagi ditambah tayangan motor dan mobil yang dirusak dan dibakar kelompok massa.

Saya yang ikut penasaran, langsung menyalakan teve untuk melihat tayangan berita yang dimaksud teman-teman. Tidak itu saja. Saya juga mengontak beberapa kawan yang berdiam di dalam kota, untuk memastikan berita yang saya tonton.

 Beberapa kawan yang sempat saya kontak, menginformasikan ada bentrok masa di kawasan Tugu Trikora. Tapi kawasan lainnya di dalam kota, belum sampai terpengaruh bentrokan tersebut. Yang membuat geram beberapa rekan, saat kericuhan terjadi, hanya terlihat satu dua orang petugas lalu lintas di situ. Tidak ada aparat keamanan lainnya, selama beberapa jam berhadap-hadapan warga itu. Padahal ada sebuah asrama militer dan markas polisi dekat situ.

Sialnya, bentrokan warga yang hanya terjadi, praktis di dua titik kawasan itu, diberitakan beberapa teve nasional dengan judul bombastis: “Ambon Rusuh Lagi.” Bahkan ada yang menyebut dalam beritanya: “puluhan motor dan mobil dibakar.” Padahal saat narasi tersebut dibacakan penyiarnya, di lokasi peristiwa, sesuai pengamatan teman-teman di lapangan, hanya beberapa motor dan mobil yang dibakar atau dirusak. Lalu belum sampai meluas ke mana-mana.

Ketika itu, angkot dari dan ke beberapa kawasan di dalam maupun ke luar kota, masih jalan normal seperti biasa. Meski setelah itu, saat berita menyebar luas, para sopir angkot lantas memilih lebih aman hanya melintas di jalur-jalur kawasan sesuai agama yang dianut. Ini juga karena pengaruh pemberitaan yang ditayangkan dalam breaking news dengan pilihan kata “kerusuhan.”

Berita-berita di teve itu juga, apalagi menyebutkan kerusuhan meluas, menjadi rujukan sebagian besar warga di kota. Terutama mereka yang tidak mempunyai informasi langsung dari lapangan. Warga juga lantas memilih menghindar area-area publik, di mana komunitas Muslim dan Kristen sering berbaur dan berinteraksi.

Dampak pemberitaan yang tidak akurat, juga membuat banyak kenalan di lokasi lain lantas menelpon meminta konfirmasi, soal informasi adanya pemblokiran jalan. Misalnya informasi soal kawasan Galunggung diblokir, sehingga warga yang baragama Kristen dari kawasan Galala tidak bisa menuju kota. Atau sebaliknya.

Untuk melawan informasi itu, di account twitter saya menyebutkan: “Di Galala (kampung Kristen), terlihat penumpang perahu berjilbab menyeberang pulang ke rumahnya di Desa Rumahtiga.” Perempuan berjilab itu, kebetulan adalah ipar dari adik saya, yang menelpon untuk membantah informasi pemblokiran jalan tersebut.
Plotaaakk! Saking kesalnya mendengar sejumlah berita tidak akurat dan tidak terverifikasi dari teve nasional itu, sandal jepit di kaki saya pun melayang menghantam layar teve. Untung teve di rumah bukan layar datar yang ringkih. Tapi teve model lama berlayar tabung yang kacanya keras. Jadi tidak perlu dana ekstra untuk  beli teve baru, akibat lemparan itu.

Saya betul-betul kesal dan resah dengan pemberitaan yang tidak akurat, malah ada yang terkesan bombastis itu. Saya jadi bertanya-tanya, ke mana bekal ilmu jurnalisme damai (peace jurnalism), hasil workshop atawa pelatihan yang sering diikuti teman-teman itu. Mestinya rekan-rekan pekerja media arus utama (mainstream) ini, mencari angle-angle berita, yang menggambarkan warga kedua komunitas masih ada yang berbaur. Bukan justru mengesankan Ambon rusuh karena beda agama.

Keresahan yang sama soal terlalu bombastisnya berita-berita stasiun teve nasional itu, juga disampaikan Almascatie, Muhammad Irfan dan Burhan. Tiga anak muda dari komunitas-komunitas kreatif, yang selama ini sering menjadi teman diskusi.

Belum sampai hitungan menit ke-25, setelah merebaknya info Ambon rusuh itu, mereka bertiga secara hampir bersamaan muncul di teras rumah saya, di kawasan Galunggung.

“Om, tamang-tamang wartawan itu bagimana e? Masa bikin berita macam bagitu tuh? Padahal kondisinya seng bagitu,” ujar Irfan nyerocos dengan nada kesal.

Saya menenangkannya sambil memberi saran, sebaiknya kita lawan berita tidak akurat dari media mainstream tersebut, dengan mengabarkan kondisi sebenarnya sesuai informasi teman-teman di lapangan.
Saat itu juga saya dan Irfan meng-counter berita-berita yang kami nilai tidak akurat atau bombastis, dari stasiun-stasiun teve nasional, dengan menampilkan info-info akurat, via facebook maupun twitter.
Almascatie dan Burhan yang nongol setelah Irfan, juga melakukan hal yang sama. Kami memerangi berita-berita bombastis itu lewat account twitter kami di @embongs, @iphankdewe, @tero2_boshu dan @almascatie.

Meski kami bertiga terpaksa harus nongkrong di teras saja, karena di dalam rumah sinyal handphone jelek untuk ngetwit. Info-info yang disampaikan, lantas diteruskan teman-teman follower kami, termasuk diteruskan ke account-account twitter stasiun teve nasional. Khususnya account milik seksi pemberitaan.
Pilihan kata kerusuhan yang menjadi keberatan kami, akhirnya ditanggapi redaksi media yang ada. Meski tidak ditanggapi secara langsung. Ini terlihat dari digantinya kata “kerusuhan” menjadi “kericuhan”.

Begitu juga soal keberatan kami dengan diulang-ulangnya tayangan bentrok antar kelompok warga, yang akhirnya juga ditanggapi pihak redaksi. Mungkin karena keseringan kami serang di account twitter, dengan gempuran info-info yang lebih terverisikasi.

Namun tetap saja, masih banyak warga yang terpengaruh pemberitaan media mainstream itu. Apalagi mulai ada pembakaran rumah warga di dekat lokasi bentrokan sebelumnya, yang lalu mengakibatkan adanya arus pengungsian.

Peristiwa bentrok terjadi sore hari, tapi banyak kerabat di daerah lain di luar Pulau Ambon, seperti di Pulau Haruku dan Pulau Seram, justru baru heboh dan panik malam harinya, setelah menonton tayangan teve yang mengulang berita bentrokan sore harinya itu.

Tidak hanya melawan berita teve nasional yang kami anggap bombastis. Provokasi kekerasan melalui SMS atau jaringan sosial media serta info dari mulut ke mulut, juga kami lawan dengan provokasi perdamaian.
Mungkin karena kesamaan visi dan cara melihat konflik, teman-teman di komunitas Kristen juga melakukan aksi yang sama. Sebut saja Weslly Johanes (@pinggirsentris), Aprino Berhitu (@aprinoberhitu), Pierre Ajawaila (@pierreajawaila), Bernhard Mattheis (@benhardm),  Semmy (@sem_semmy),  Agus Lopuhaa (@aguslopuhaa), juga menggempur jaringan sosial media melalui aksi provokasi damai dengan kemasan info ala jurnalisme warga.

Dua rekan aktivis lintas iman yakni Jacky Manuputty dan Abidin Wakano, juga melakukan hal serupa. Mereka memborbardir jaringan lintas iman, dengan informasi-informasi ter-update dan sudah saling kami verifikasi.

Informasi ala jurnalisme warga dengan kemasan provokasi damai yang kami kemas, syukurlah sedikit banyak menjadi rujukan, terutama ketika warga menyikapi provokasi kekerasan yang mereka terima. Saya dan beberapa teman, kemudian menjadi rujukan sumber informasi media cetak nasional.

Dan kami juga tidak segan-segan turun ke lapangan. Ini dilakkan sejak malam hari pertama kericuhan. Untuk mengklarifikasi isu-isu yang beredar. Sebagai contoh, ketika ada berita teve nasional yang memberitakan “Ambon Bagai Kota Mati” di malam setelah sorenya bentrok. Kami langsung mendatangi kawasan A.Y. Patty yang merupakan pusat Kota Ambon.

Kawasan tersebut memang terkesan sepi. Tapi masih ada sejumlah mobil dan sepeda motor yang lalu lalang. Irfan, Burhan, Almas  dan saya, lantas mengabadikan suasana malam di kawasan A.Y. Patty itu lewat handphone maupun smartphone yang kami miliki. Kemudian fotonya kami kirim ke account twitter maupun facebook. Termasuk ke jaringan teman-teman di Blackberry Masangger.

Saya bahkan mengabadikan moment ketika kawasan A.Y. Patty sedang dilintasi beberapa pengendara sepeda motor, untuk dipublikasikan di surat kabar Seputar Indonesia (Sindo) Jakarta. Niat kami malam itu cuma satu, membantah berita yang menyebutkan: Ambon Bagai Kota Mati.

Malam itu kami berempat plus istri saya Ivon, menunggu kawan-kawan dari komunitas Kristen untuk ikut bergabung di dekat area Gong Perdamaian Dunia, yang berada di ujung jalan A.Y. Patty. Sayangnya kawan-kawan tidak bisa ke tempat kami menunggu, karena dilarang aparat keamanan yang kebetulan membuat pos di perbatasaan kawasan Rehobot  - Waringin - Batu Gantong.

Anehnya malam itu kami tidak melihat aparat keamanan bejaga-jaga. Dan lucunya ketika saya sedang mengabadikan para pengendara sepeda motor untuk Koran Sindo, ada tentara yang lewat dengan mobil, dan sambil mengacungkan dua jari lantas berteriak: “peace pak.”

Malam itu kami nongkrong sampai pukul 23.30 di dekat area Gong Perdamaian. Dan  situasi Kota Ambon terlihat wajar-wajar saja. Kalau mau dibilang sunyi, ya jelas saja sunyi. Abis sebagian besar warganya sudah tertidur pulas. Jadi bukan kota menjadi “mati” karena sempat ada bentrokan sore tadi.

Kami bisa lalu lalang dengan sepeda motor di beberapa kawasan, malam itu, dengan perasaan biasa-biasa saja. Karena tidak ada yang perlu dikuatirkan. Bahkan ketika mengisi bensin di depo bensin kawasan Belakang Kota, antriannya adalah warga dari kedua komunitas. Padahal secara komposisi, kawasan ini adalah kawasan yang didiami mayoritas warga Muslim. Dan tidak terlihat aparat lalu lalang dengan senjata yang terkesan terkokang siap dibidikkan.

Tapi suasananya menjadi berubah keesokan harinya. Ada kesan gawat dan genting, meski warga beraktifitas dengan normal pada komunitas masing-masing. Tepatnya ketika aparat keamanan mulai memenuhi kota dan memasang pos-pos penjagaan di  hampir setiap sudut jalan. Terutama di daerah-daerah yang dianggap sebagai garis batas kawasan mayoritas Muslim dan kawasan mayoritas Kristen.

Warga malah was-was. Apalagi semacam ada garis segregasi kasat mata, yang terbentuk di alam bawah sadar, dengan kehadiran pos-pos aparat keamanan itu. Provokasi dan isu-isu kekerasan, yang tidak jelas asalnya pun ikut membuat ketegangan bertambah kencang. Entah itu yang beredar dari mulut ke mulut atau melalui SMS maupun BBM. Untunglah energi kami para provokator damai, tidak surut. Malah semakin mengencang. Lalu semakin banyak kawan yang kemudian ikut gerakan memprovokasi perdamaian.

Saat tulisan ini dibuat, atau tepatnya seminggu setelah kericuhan tanggal 11 September 2011, warga kedua komunitas sudah berbaur kembali. Beberapa peristiwa yang dikesankan ada terjadi keributan lagi, sudah tidak terlalu mempengaruhi sebagian besar warga Kota Ambon. Apalagi media mainstream sendiri, setelah mendapat banyak kritikan dan masukan, mulai menulis berita secara sejuk. Meski begitu, jurnalisme warga harus tetap berkiprah, untuk turut menjaga Ambon  tetap aman bagi semua. Salam hormat.

16 Oktober 2011

Landscaper

Siluet seorang kawan yang punya hobby berburu foto landscape, yang saya jepret kemarin. Maunya sih dia disebut landscaper. Cuma karena di termasuk lelaki malam, alias jam kerjanya justu sampe larut malam, jadi agak sungkan disapa begitu. Sebab gara-gara waktu kerjanya itu, dia jarang banget dapat foto moment sunrise. Itu pula yang membuat beberapa foto sunrise yang dihasilkannya punya arti tersendiri. Jelas saja, ada perjuangan tersendiri untuk menghasilkannya. Ok kawan, sampe ketemu di sunset berikut.

12 Oktober 2011

Ketika Rehat Sejenak

Akhirnya bisa sempat rehat, setelah sekitar sebulan sibuk dengan aktifitas di luar Pulau Ambon. Di daerah yang ketika dapat signal handphone sama dengan berita gembira.

Tiba di Ambon masih harus sibuk dengan tumpukan editan foto. Syukurlah hari ini sudah agak lega. Lantaran itu, perlu memanfaatkan rehat ini dengan menengok laman yang sudah agak terlantar. Sambil makan semangkok mie ayam, rasanya nikmat bener. Ok salam ketemu lagi kawan.

09 Agustus 2011

iTabaos: Talkshow Bareng Onno W Purbo

Tabea.
Kembali Kota Ambon mendapatkan kesempatan menggelar sebuah kegiatan yang tentu sangat bermanfaat bagi generasi muda Maluku, Gelaran yang dimaksud adalah Talkshow Bareng Onno W. Purbo, yang diberi label iTabaos 2011. Sebagaimana kata Tabaos dalam Bahasa Melayu Ambon yang berarti pemberitahuan kepada khalayak ramai tentang sebuah hal yang penting bagi kepentingan masyarakat oleh saniri (perangkat Desa), maka penambahan "ITabaos" didepan dimaksudkan bahwa tabaos kali ini lebih ditekankan kepada pemberitahuan tentang Informasi dan Teknologi kepada masyarakat khususnya generasi muda Maluku.

Selain Talkshow juga dilaksanakan acara buka bersama sebagai ajang silaturahmi antara komunitas-komunitas yang ada di kota Ambon dan antar para peserta.

iTabaos akan dilaksanakan Pada :
Hari Rabu Tanggal 10 Agustus 2011

Susunan Acara:

▪ 14.30 s/d 14.45: Persiapan & Registrasi Peserta

▪ 14.45 s/d 15.00: Pembukaan oleh Penyelenggara

▪ 15.00 s/d 15.15: Pengantar dari Mitra/Sponsor

▪ 15.15 s/d 16.30: Talkshow 1 : "Media Baru & Komunitas"
(Narasumber: praktisi setempat, DetikCommunity, APJII / Relawan TIK Indonesia. Fasilitator: Onno W. Purbo)

▪ 16.30 s/d 17.45: Talkshow 2 : "Cipta Media Bersama"
(Narasumber: AJI, Wikimedia Indonesia, ICT Watch, Ford Foundation. Fasilitator: Onno W. Purbo)

▪ 17.45 s/d 18.00: Penutup & Persiapan Berbuka Puasa

▪ 18.00 s/d 19.00: Buka Puasa Bersama & Ramah Tamah

iTabaos 2011 adalah kegiatan bersama Arumbai Blogger Maluku dan komunitas2 yang berada di ambon, seperti Maluku Photo Club (MPC), Komunitas Maluku Baronda, Komunitas Gunung Mimpi, MalukuPedia dll dengan semangat #AmbonBergerak untuk membangun negeri ini.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

28 April 2011

Buah Kecapi


Tidak terasa sudah sekitar lima tahunan tidak mencicipi buah satu ini. Buah kecapi, buah yang bagi saya selalu nikmat disantap, semakin jarang ditemukan di Ambon, lantaran pohonnya yang semakin berkurang akibat ditebang untuk permukiman dan pembangunan lainnya. Semoga kelak tidak hanya jadi cerita dan cuma bisa dinikmati dari foto.


Ambon Mencari Pemimpin Baru

Mulai sore nanti, Kamis (28/4) Kota Ambon akan memulai babak baru. Hari ini, akan dilakukan kampanye damai dari delapan calon walikota dan calon wakil walikota Ambon.

Jadi, inilah tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Ambon periode 2011 - 2016.

Pembukaan kampanye akan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Ambon, dengan melibatkan semua pasangan calon dan tim kampanye.

Sebagian besar kawasan Kota Ambon yang tadinya bersih dari "polusi visual", akan kembali diramaikan aneka spanduk dan baliho kandidat. Salah satunya di kawasan simpang empat Tugu Trikora Ambon ini.

Aneka slogan dan janji, yang entah akan diwujudkan atau tidak ketika sang kandidat berhasil sebagai pemenang, akan mulai merayu-rayu warga kota yang sudah punya hak pilih.

Jadi, siapakah pilihan Anda? Hanya Anda dan bilik suara yang tau. Ok, selamat menentukan pilihan berdasarkan hati nurani. Salam hormat.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

15 November 2010

Langit Depan Rumah Sore Kemarin

Kemarin seharian di rumah saja. Membenahi sejumlah peralatan foto yang baru dipake beberapa hari sebelumnya.

Sebenarnya ada niat mau hunting sunset, tapi rasa malas membuat enggan beranjak dari duduk. Apalagi awan tiba-tiba berubah gelap, lalu gerimis pun turun. Rasa malas semakin menyerang.

Ketika asyik menikmati film Troya dari HBO, bias langit yang menerpa dinding-dinding rumah manis memerah.

Buru-buru ke depan pintu dan jeprat-jepret seadanya. Hasilnya sebuah pemandangan langit yang manis.




Powered by Telkomsel BlackBerry®

Ngumpul Lagi

Akhirnya numpul lagi setelah lama vakum. Wajah-wajah para pendiri Maluku Blogger Community. Persisnya tanggal 5 November lalu, (dari kiri ke kanan) Tiara, Semmy, Dharma, Eby, Masrur, Almas dan Embong, ketemu di teras KFC Jl. Diponegoro – Ambon. Selain bagi-bagi oleh-oleh, Almas yang baru pulang ikut Pesta Blogger 2010 cerita dengan semangatnya, soal acara yang baru diikutinya itu.

Pada kesempatan kopdar itu, juga dibicarakan sejumlah rencana kegiatan Komunitas Blogger Maluku ke depan, termasuk pemilihan kepengurusan. Ok, tunggu saja info selanjutnya.